I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi oleh para petani di Gunungkidul antara lain luas
kepemilikan lahan yang sempit, keterampilan petani, teknologi, modal, mental
petani, kebijakan yang terkait dengan nasib petani, pasar, tata niaga dan informasi
yang asimetris. Hal ini berdampak pada rendahnya pendapatan petani. Dampak
lanjutan dari hal tersebut adalah harapan untuk menggantungkan hidup dari
sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan
dari semakin menurunnya pemuda yang mau menekuni bidang pertanian sebagai
profesi untuk mengembangkan kemampuan dan keahliannya. Kondisi ini jelas akan
menghambat tercapainya kondisi ketahanan pangan yang diharapkan.
Berdasarkan hal tersebut di atas dan dengan pertimbangan bahwa pertanian
merupakan sektor yang sangat penting dalam memenuhi hajat hidup, maka harus
diciptakan kondisi dimana masyarakat mampu mengakses bahan pangan dalam kondisi
yang berubah-ubah atau dengan kata lain terwujud ketahanan pangan yang cukup
tangguh. Untuk itu diperlukan perhatian dan langkah-langkah konkrit secara
terpadu yang segera dapat dilaksanakan sehingga diharapkan terjadi perubahan
yang cukup signifikan. Pertimbangan lain yang menjadi dasar sehingga pertanian
harus mendapat perhatian yang besar adalah terjadinya krisis pangan yang
terjadi selama ini. Krisis pangan pada saat ini terjadi dalam kaitannya dengan
harga yang tinggi untuk beberapa bahan pangan, yaitu gandum, kedelai, beras,
jagung, produk turunan susu, tanaman untuk minyak, serta daging. Krisis ini
dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat di Gunungkidul, terutama para
petani. Hal ini dapat diminimalisir apabila kita mampu menyediakan beberapa
bagian atau seluruh kebutuhan pangan tersebut. Apabila kondisi ini telah
dicapai maka kita dapat dikatakan telah berdaulat di negeri kita sendiri atas
pangan yang kita butuhkan. Sehingga apabila ada perubahan-perubahan atas
kondisi pangan, kita tidak akan mengalami dampaknya.
Pangan merupakan kebutuhan
manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin.
Dalam perkembangan peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup yang
maju, mandiri, dalam suasana tenteram serta sejahtera lahir dan batin semakin
dituntut penyediaan pangan yang cukup, berkualitas dan merata. Kecukupan pangan
bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat srategis (Anonim, 2004)
Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan
merupakan suatu tuntutan yang tidak
dapat ditawar-tawar lagi, sebagai akibat dampak pemanasan global, pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat, ketergantungan pangan khususnya pada beras
sangat besar, pola makan yang belum beragam, bergizi, berimbang, dan aman serta
perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi pangan.
Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau
membudayakan pola konsumsi pangan
beragam, bergizi, berimbang dan aman
guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan
produktif.
Tingkat konsumsi pangan rata-rata penduduk
Indonesia tahun 2009, diukur
dari rata-rata konsumsi
energi sebesar 1.927 kkal/kap/hari dan protein sebesar 54,35
gram/kapita/hari sudah mendekati ideal
WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) VIII tahun 2004 energi sebesar 2.000 kkal/kap/hari dan
protein 52 gram/kapita/hari. Salah
satu indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi
pangan masyarakat adalah skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2009 sebesar 75,7
dari target 95 pada tahun 2015.
Secara konseptual
penganekaragaman pangan dapat dilihat dari komponen-komponen sistem pangan,
yaitu penganekaragaman produksi, distribusi dan penyediaan pangan serta
konsumsi pangan. Penyediaan dan konsumsi pangan penduduk diperlukan suatu
parameter. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
keanekaragaman pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH).
Dalam hal konsumsi pangan, permasalahan
yang dihadapi tidak hanya mencakup keseimbangan komposisi, namun juga masih
belum terpenuhinya kecukupan gizi. Selama ini pangan yang tersedia baru
mencukupi dari segi jumlah dan belum memenuhi keseimbangan yang sesuai dengan
norma gizi. Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka kebijakan pemantapan
ketahanan pangan melalui pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) dengan penerapan
konsep PPH sebagai pendekatan perencanaan kebutuhan konsumsi dan penyediaan
pangan dalam pembangunan pangan guna mewujudkan ketersediaan pangan yang
berbasis sumberdaya lokal dan dapat dinyatakan dalam bentuk komposisi energi
(kkal) keaneragaman pangan, dalam komposisi berat (gram) keaneragaman pangan
yang memenuhi kebutuhan gizi penduduk. Pola Pangan Harapan mencerminkan susunan
konsumsi pangan ideal untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Adapun faktor-faktor konsumsi
pangan keluarga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yaitu tingkat pendidikan
ibu rumah tangga sebagai perencana menu keluarga, dimana ibu rumah tangga yang
berpendidikan lebih tinggi dengan tingkat pengetahuannya cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam mutu dan jumlah dibandingkan dengan keluarga yang
berpendidikan yang lebih rendah (Khumaedi, 1992). Untuk tingkat pengetahuan
seseorang yang tingkat pengetahuan gizinya tinggi cenderung memilih makanan
yang lebih murah dengan nilai gizi yang tinggi (Husaini,1986). Sedangkan untuk
pengeluaran pangan keluarga mencakup untuk pangan pokok, lauk pauk, sayur,
buah, susu, minyak goreng, bumbu, dan jajanan keluarga (termasuk jajanan anak
sekolah)
B. Tujuan
1.
Mengetahui skor Pola Pangan Harapan (PPH) di
Kabupaten Gunungkidul tahun 2011.
2.
Mengetahui prediksi skor Pola Pangan Harapan
(PPH) pada tahun 2011 sampai dengan 2015.
II.
PELAKSANAAN
A.. Lokasi Survey
Survey dilakukan
terhadap 9 (Sembilan) kecamatan
masing-masing kecamatan 3 desa seperti tersaji dalam tabel 1.
Tabel 1. Wilayah Desa Sasaran Survey Konsumsi Pangan
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011
No
|
Kecamatan/
Desa
|
Karakteristik
Agroekologi
|
Karakteristik
Ekonomi
|
|
1
|
Kecamatan Purwosari
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
|
11
|
Desa Giricahyo
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
12
|
Desa Giritirto
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
13
|
Desa Giripurwo
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
2
|
Kecamatan Semanu
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
|
21
|
Desa Ngeposari
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
22
|
Desa Semanu
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
23
|
Desa Pacarejo
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
3
|
Kecamatan Tanjungsari
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
|
31
|
Desa Banjarejo
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
32
|
Desa Kemadang
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
33
|
Desa Kemiri
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
4
|
Kecamatan Girisubo
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
|
41
|
Desa Nglindur
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
42
|
Desa Pucung
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
43
|
Desa
Tileng
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Sedang
|
|
5
|
Kecamatan Patuk
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
|
51
|
Desa Nglanggeran
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
52
|
Desa Pengkok
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
53
|
Desa Patuk
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
6
|
Kecamatan Wonosari
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
|
61
|
Desa Kepek
|
Wilayah
Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
62
|
Desa Wonosari
|
Wilayah
Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
63
|
Desa Baleharjo
|
Wilayah Lainnya
|
Wilayah Sedang
|
|
7
|
Kecamatan Ponjong
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
|
71
|
Desa Sumbergiri
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
72
|
Desa Genjahan
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
73
|
Desa Sawahan
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
8
|
Kecamatan Nglipar
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
|
81
|
Desa Kedungkeris
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
82
|
Desa Kedungpoh
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
83
|
Desa Nglipar
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
9
|
Kecamatan Semin
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
|
91
|
Desa Kalitekuk
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
92
|
Desa Semin
|
Wilayah
Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
|
93
|
Desa Candirejo
|
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Sedang
|
Pembagian wilayah
menurut karakteristik agroekologi seperti gambar 1, antara lain :
1. Wilayah
Pertanian pada 4 (empat) kecamatan
antara lain Kecamatan Patuk,
Ponjong, Nglipar dan Semin.
2. Wilayah
Perikanan pada 3 (tiga) kecamatan antara lain Kecamatan Purwosari, Tanjungsari, dan Girisubo.
3. Wilayah
Lainnya pada 2 (dua) kecamatan antara lain Kecamatan Semanu dan Wonosari.
C. Metode Survey
Dalam memperoleh data
sebagai bahan analisis Pola Pangan Harapan dilaksanakan melalui survey terhadap
270 Kepala keluarga di 27 desa. (setiap desa 10 sampel KK). Survey dilaksanakan melalui wawancara terhadap kepala
keluarga dan ibu rumah tangga sampel. Data yang diambil berupa menu makanan
yang disajikan selama 1 (satu) hari sebelum hari wawancara. Petugas yang
melakukan survey (surveyor) adalah petugas gizi (Dinas Kesahatan Kabupaten Gunungkidul) di wilayah sasaran.
Data survey yang
diperoleh kemudian dianalisis dengan program yang telah disediakan oleh Badan
Ketahanan Pangan Pusat. Hasil analisis menyajikan data seperti pada lampiran.
III. PEMBAHASAN
Diversifikasi
konsumsi pangan pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan
konsumsi sesuai dengan cita rasa yang diinginkan dan menghindari kebosanan
untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Hal ini
memang sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan,
dukungan kebijakan dan faktor sosial budaya. Secara implisit, upaya
diversifikasi konsumsi pangan dapat diidentifikasi dengan upaya perbaikan gizi
untuk mendapatkan kualitas sumberdaya manusia yang mempu berdaya saing dengan
negara-negara lain.
Pola konsumsi pangan dari
hasil survey tersebut masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang
dalam PPH. Konsumsi energi dari kelompok padi-padian (beras, jagung dan terigu) di wialayah pertanian, wilayah perikanan serta wilayah lainnya rata-rata sebesar 799,0 Kkal/Kapita/Hari atau
tingkat kecukupan energi sebesar 79,9% (konsumsi energi ideal kelompok padi-padian
sebesar 1000,0 Kkal/Kapita/Hari). Pangsa
energi dari umbi-umbian di wilayah perikanan sebesar 132,8 Kkal/Kapita/Hari lebih tinggi dari konsumsi energi ideal sebesar 120,0 Kkal/Kapita/Hari sedangkan di wilayah pertanian
dan wilayah lainnya lebih rendah dibanding dari konsumsi energi ideal, hal ini karena wilayah perikanan berada di
zone selatan yang mempunyai pantai
sekaligus merupakan penghasil utama ubi
kayu Kabupaten Gunungkidul dan berbagai
jenis umbi-umbian lainnya, namun
rata-rata konsumsi energi kelompok
umbi-umbian lebih tinggi dibanding konsumsi energi umbi-umbian ideal.
Pola konsumsi pangan di
Kabupaten Gunungkidul masih lebih rendah dari Pola Pangan Harapan (PPH) ideal. Kelompok pangan padi-padian, hewani, minyak dan lemak, gula serta sayuran dan buah masih berada di
bawah skor maksimal. Pola Pangan Harapan rata-rata
hasil survey tahun 2011 mempunyai skor sebesar 80,1 (seperti
dalam tabel 4) sedangkan skor
maks sebesar 100. Dari ketiga wilayah survey yang mempunyai skor PPH tertinggi
adalah wilayah pertanian, karena wilayah pertanian lebih mampu menyediakan sebagian besar pangan dari hasil kegiatan pertaniannya, sehingga pola konsumsi lebih beragam dibanding wilayah lainnya dan wilayah
perikanan. Secara berturut-turut skor PPH wilayah pertanian sebesar 81,6; wilayah lainnya 78,9 dan wilayah perikanan 78,4. Angka Kecukupan Energi (AKE)
rata-rata sebesar 1728,3 Kkal/Kap/Hari
masih lebih rendah dibanding dari Angka Kecukupan Energi (AKE) ideal (2000,0
Kkal/Kap/Hari) atau 86,4%
AKE.
Tabel 4. Skor Pola Pangan Harapan Aktual Berdasarkan
Survey Konsumsi Pangan Kabupaten
Gunungkidul Tahun 2011.
Kelompok Pangan
|
Skor Maks
|
Hasil Analisis
|
|||||
Skor PPH Rata-Rata
|
Skor PPH
|
Skor PPH
|
Skor PPH
|
Kalori
|
|
||
Wilayah Pertanian
|
Wilayah Perikanan
|
Wilayah Lainnya
|
(Kkal/Kap/ Hari)
|
%AKE*)
|
|||
1. Padi-padian
|
25
|
20,0
|
19,4
|
20,7
|
20,0
|
799,0
|
39,9
|
2. Umbi-umbian
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
122,8
|
6,1
|
3. Pangan Hewani
|
24
|
16,5
|
17,1
|
15,1
|
17,6
|
165,3
|
8,3
|
4. Minyak dan Lemak
|
5
|
4,9
|
5,0
|
4,6
|
4,7
|
197,1
|
9,9
|
5. Buah/Biji Berminyak
|
1
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
71,8
|
3,6
|
6. Kacang-kacangan
|
10
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
210,7
|
10,5
|
7. Gula
|
2,5
|
1,6
|
1,4
|
1,6
|
1,8
|
62,2
|
3,1
|
8. Sayur dan Buah
|
30
|
23,6
|
25,3
|
22,9
|
21,3
|
94,4
|
4,7
|
9. Lain-lain
|
0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
5,1
|
0,3
|
Total
|
100
|
80,1
|
81,6
|
78,4
|
78,9
|
1728,3
|
86,4
|
*) Angka
Kecukupan Energi : 2000,0 Kkal/Kap/Hari
Dalam konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam
bentuk energi mempunyai pembobot yang berbeda tergantung dari peranan pangan
dari masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Sebagai contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya
0,5 karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia. Sebaliknya pangan
hewani dan kacang-kacangan sebagi sumber protein yang berfungsi sebagai
pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai pembobot 2; sedangkan sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan
mineral, serat, dan lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengalikan proporsi energi
dengan masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor
sebesar 100. Dalam arti diversifikasi konsumsi pangan sesuai konsep PPH harus
mempunyai skor 100 (seperti tabel 2).
Tingkat konsumsi
dan kecukupan gizi menurut
karakteristik agroekologi
wilayah tersaji pada gambar 2. Di wilayah pertanian konsumsi energi sebesar 1715,5
Kkal/Ka/Hari atau tingkat
konsumsi sebesar 85,8 % AKE (Angka Kecukupan Energi); wilayah perikanan konsumsi energi sebesar 1742,5 Kkal/Ka/Hari atau tingkat konsumsi
sebesar 87,1 % AKE; wilayah lainnya mempunyai konsumsi energi sebesar 1732,9 Kkal/Ka/Hari atau tingkat konsumsi sebesar 86,8 % AKE.
Kecukupan dan tingkat konsumsi protein berturut-turut
dari yang paling paling besar yaitu di wilayah perikanan sebesar 56,4
Gram/Kap/Hari atau 108,5 % AKP (Angka Kecukupan Protein); wilayah lainnya sebesar 53,4 Gram/Kap/Hari atau 102,7 %
AKP; wilayah pertanian sebesar 50,8 Gram/Kap/Hari atau 97,7 %
AKP, namun rata-rata tingkat konsumsi protein sudah di atas
nilai kecukupan protein.
Sebaran keluarga terhadap
tingkat konsumsi Energi secara total seperti dalam gambar 3, Sebanyak 16,3 % keluarga mempunyai tingkat
konsumsi energi kurang dari 70% AKE ; 20,4 % keluarga mempunyai tingkat
konsumsi energi antara 70-80% AKE; 63,3 %
keluarga mempunyai tingkat konsumsi energi
lebih dari 80%. Sedangkan sebaran keluarga terhadap tingkat konsumsi Protein
secara
total seperti dalam gambar 4. Sebanyak 6,7 % keluarga
mempunyai tingkat konsumsi protein
kurang dari 70% AKP; 9,3 % keluarga mempunyai tingkat konsumsi
protein antara 70-80% AKP; 84,1 %
keluarga mempunyai tingkat konsumsi protein
lebih dari 80% AKP.
Di wilayah pertanian mempunyai tingkat konsumsi energi
dan protein terbesar dibanding wilayah lainnya serta
perikanan, hal ini dapat dijelaskan bahwa masyarakat yang mengusahakan
pertanian mampu menyediakan pangan terutama untuk energi dan
protein.
Tabel 5. Sasaran Pola Pangan Harapan (2009 s/d
2015) berdasarkan survey Konsumsi Pangan Kabupaten Gunungkidul tahun
2011.
No
|
Kelompok Pangan
|
Skor Pola Pangan Harapan
|
||||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
||
1.
|
Padi-padian
|
17,5
|
18,7
|
20,0
|
21,2
|
22,5
|
23,7
|
25,0
|
2.
|
Umbi-umbian
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
2,5
|
3.
|
Pangan Hewani
|
12,8
|
14,7
|
16,5
|
18,4
|
20,3
|
22,1
|
24,0
|
4.
|
Minyak dan Lemak
|
4,9
|
4,9
|
4,9
|
4,9
|
5,0
|
5,0
|
5,0
|
5.
|
Buah/Biji berminyak
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
1,0
|
6.
|
Kacang-kacangan
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
10,0
|
7.
|
Gula
|
1,1
|
1,3
|
1,6
|
1,8
|
2,0
|
2,3
|
2,5
|
8.
|
Sayur dan Buah
|
20,4
|
22,0
|
23,6
|
25,2
|
26,8
|
28,4
|
30,0
|
9.
|
Lain-lain
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
0,0
|
|
Skor PPH
|
70,1
|
75,1
|
80,1
|
85,1
|
90,0
|
95,0
|
100,0
|
Tabel 6.
Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan (%) berdasarkan survey
Konsumsi Pangan Kabupaten Gunungkidul tahun 2011.
No
|
Kelompok Pangan
|
Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan
(%)
|
||||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
||
1.
|
Padi-padian
|
34,9
|
37,4
|
39,9
|
42,5
|
45,0
|
47,5
|
50,0
|
2.
|
Umbi-umbian
|
6,2
|
6,2
|
6,1
|
6,1
|
6,1
|
6,0
|
6,0
|
3.
|
Pangan Hewani
|
6,4
|
7,3
|
8,3
|
9,2
|
10,1
|
11,1
|
12,0
|
4.
|
Minyak dan Lemak
|
9,8
|
9,8
|
9,9
|
9,9
|
9,9
|
10,0
|
10,0
|
5.
|
Buah/Biji berminyak
|
3,9
|
3,7
|
3,6
|
3,4
|
3,3
|
3,1
|
3,0
|
6.
|
Kacang-kacangan
|
13,3
|
11,9
|
10,5
|
9,2
|
7,8
|
6,4
|
5,0
|
7.
|
Gula
|
2,2
|
2,6
|
3,1
|
3,6
|
4,1
|
4,5
|
5,0
|
8.
|
Sayur dan Buah
|
4,1
|
4,4
|
4,7
|
5,0
|
5,4
|
5,7
|
6,0
|
9.
|
Lain-lain
|
-1,1
|
-0,4
|
0,3
|
0,9
|
1,6
|
2,3
|
3,0
|
|
Kecukupan Gizi
|
79,6
|
83,0
|
86,4
|
89,8
|
93,2
|
96,6
|
100,0
|
Tabel 7.
Rata-rata Konsumsi Energi Menurut Kelompok Pangan (Kkal/Kapita/hari)
berdasarkan survey Konsumsi Pangan Kabupaten
Gunungkidul tahun 2011.
No
|
Kelompok Pangan
|
Rata-rata Konsumsi Energi Menurut
Kelompok Pangan (Kkal/Kapita/hari)
|
||||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
||
1.
|
Padi-padian
|
698,4
|
748,7
|
799,0
|
849,2
|
899,5
|
949,7
|
1000,0
|
2.
|
Umbi-umbian
|
124,1
|
123,4
|
122,8
|
122,1
|
121,4
|
120,7
|
120,0
|
3.
|
Pangan Hewani
|
128,0
|
146,7
|
165,3
|
184,0
|
202,7
|
221,3
|
240,0
|
4.
|
Minyak dan Lemak
|
195,6
|
196,3
|
197,1
|
197,8
|
198,5
|
199,3
|
200,0
|
5.
|
Buah/Biji berminyak
|
77,7
|
74,8
|
71,8
|
68,9
|
65,9
|
63,0
|
60,0
|
6.
|
Kacang-kacangan
|
266,0
|
238,4
|
210,7
|
183,0
|
155,3
|
127,7
|
100,0
|
7.
|
Gula
|
43,2
|
52,7
|
62,2
|
71,6
|
81,1
|
90,5
|
100,0
|
8.
|
Sayur dan Buah
|
81,5
|
88,0
|
94,4
|
100,8
|
107,2
|
113,6
|
120,0
|
9.
|
Lain-lain
|
-22,3
|
-8,6
|
5,1
|
18,8
|
32,6
|
46,3
|
60,0
|
|
AngkaKecukupan Energi
|
1592,4
|
1660,4
|
1728,3
|
1796,2
|
1864,1
|
1932,1
|
2000,0
|
Tabel 8.
Rata-Rata Konsumsi Pangan Menurut Kelompok Pangan PPH (Gram/Kapita/Hari) Kabupaten Gunungkidul tahun 2011.
No
|
Kelompok Pangan
|
Rata-rata Konsumsi Energi Menurut
Kelompok Pangan (Kkal/Kapita/hari)
|
||||||
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
||
1.
|
Padi-padian
|
196,4
|
209,5
|
222,6
|
235,7
|
248,8
|
261,9
|
275,0
|
2.
|
Umbi-umbian
|
119,8
|
114,9
|
109,9
|
104,9
|
99,9
|
95,0
|
90,0
|
3.
|
Pangan Hewani
|
51,5
|
66,3
|
81,0
|
95,8
|
110,5
|
125,3
|
140,0
|
4.
|
Minyak dan Lemak
|
97,2
|
85,2
|
73,2
|
61,1
|
49,1
|
37,0
|
25,0
|
5.
|
Buah/Biji berminyak
|
627,0
|
524,2
|
421,3
|
318,5
|
215,7
|
112,8
|
10,0
|
6.
|
Kacang-kacangan
|
134,9
|
118,2
|
101,6
|
84,9
|
68,3
|
51,6
|
35,0
|
7.
|
Gula
|
104,5
|
92,1
|
79,6
|
67,2
|
54,8
|
42,4
|
30,0
|
8.
|
Sayur dan Buah
|
-72,3
|
-21,9
|
28,5
|
78,9
|
129,2
|
179,6
|
230,0
|
9.
|
Lain-lain
|
5,7
|
7,3
|
8,8
|
10,4
|
11,9
|
13,5
|
15,0
|
|
Total pangn
|
1264,8
|
1195,7
|
1126,6
|
1057,4
|
988,3
|
919,1
|
850,0
|
Sasaran pola pangan
harapan, kontribusi energi, tingkat
konsumsi energi dan rata-rata
konsumsi pangan menurut kelompok pangan PPH berdasarkan hasil survey
dan analisis pola pangan harapan di Kabupaten
Gunungkidul diprediksikan akan tercapai sesuai ideal pada tahun 2015 seperti
terlihat pada tabel 5,6,7
dan 8. Kondisi ideal tersebut dapat
tercapai apabila dilakukan intervensi
secara intensif dan berkelanjutan oleh keterpaduan antara pemerintah,
masyarakat dan swasta.
III.
PENUTUP
- Kesimpulan
Pola konsumsi pangan masyarakat Kabupaten Gunungkidul belum
terdiversifikasi sempurna baik untuk konsumsi pangan keseluruhan maupun untuk
pangan pokok. Diversifikasi konsumsi pangan pada hakekatnya tidak hanya hanya
sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada beras tetapi juga sebagai upaya
perbaikan gizi masyarakat untuk mendapatkan manusia yang berkualitas dan mampu
berdaya saing dalam percaturan globalisasi dan juga meningkatkan ketahanaan
pangan.
Hasil analisis Pola Pangan Harapan Kabupaten
Gunungkidul tahun 2011 menunjukkan bahwa masih dibawah PPH ideal (skor maksima 100) yaitu dengan skor
rata-rata 80,1 dengan rincian : wilayah pertanian
sebesar 81,6; wilayah lainnya
78,9 dan wilayah perikanan 78,4.
-
Konsumsi energi masih di bawah standar namun protein telah mencukupi (hanya wilayah pertanian yang sedikit di bawah
standar).
-
Terdapat 3 kelompok pangan yang melebihi standar AKE, yaitu umbi-umbian,
buah/biji berminyak, kacang-kacangan.
-
Terdapat 5 kelompok pangan yang masih di bawah standar AKE, yaitu padi-padian, pangan hewani, minyak & lemak, gula serta sayur
& buah (Perlu
ditingkatkan konsumsinya agar tercapai peningkatan skor Pola Pangan
Harrapan)
-
- Saran
1. Untuk
Meningkatkan pola konsumsi yang beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA) dan
menuju skor Pola Pangan Harapan yang mendekati ideal maka diperlukan program
dan aksi yang nyata dari berbagai pemangku kepentingan, (stakeholder) yang didukung dengan anggaran baik APBD maupun APBN.
2. Untuk mendapatkan hasil yang mendekati
kenyataan harus dilakukan survey secara lebih mendalam dengan memperhatikan
kaidah survey secara statistik.
3. Dengan keadaan hasil survey PPH yang masih
belum memenuhi target secara nasional maka diperlukan dukungan dari berbagai
pihak untuk mengejar target tersebut sesuai kapasitas masing-masing secara
terkoordinasi.
4. Dukungan propinsi agar lebih ditingkatkan
lagi baik kuantitas dan kulaitasnya ke Kabupaten Gunungkidul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar