Kamis, 09 Juni 2011

FARMERS MANAGED EXTENSION ACTIVITIES (FMA)

Salah satu metode dalam mengembangkan kapasitas pelaku utama dilakukan melalui kegiatan penyuluhan yang dikelola oleh petani (Farmers Managed Extension Activities/FMA). FMA dirancang sebagai wahana pembelajaran bagi petani untuk mengubah perilaku, pola pikir, dan sikap petani dari petani subsisten tradisional menjadi petani modern berwawasan agribisnis melalui pembelajaran yang berkelanjutan dengan pendekatan belajar sambil berusaha (learning by doing). 
Kegiatan pembelajaran dalam FMA menitikberatkan pada pengembangan kapasitas manajerial, kepemimpinan dan kewirausahaan pelaku utama dalam melaksanakan pembelajaran agribisnis berbasis inovasi teknologi.
PENYUUSNAN PROPOSAL FMA
ASPEK-ASPEK DALAMPENYUSUNAN PROPOSAL FMA
  1. Kegiatan yang diusulkan merupakan kegiatan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan agribisnis dan komoditi unggulan wilayah;
  2. Kelayakan dari segi teknis dan keuangan, serta manfaat dari kegiatan yang diusulkan dalam proposal;
  3. Kesesuaian dengan persyaratan untuk memperoleh dana FMA;
  4. Aspek lingkungan yang tidak membahayakan (ramah lingkungan);
  5. Manfaat bagi petani perempuan, pemuda tani dan kelompok yang terpinggirkan. 
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Proposal
  1. Proposal FMA harus berdasarkan hasil Kajian Agribisnis Pedesaan dan Rencana Usaha Agribisnis Berkelompok;
  2. Proposal FMA harus mengacu pada Programa Penyuluhan Desa/Kecamatan/Kabupaten dengan memperhatikan tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan sebelum proposal diajukan;
  3. Merupakan kegiatan prioritas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan petani. Perhatikan tingkat adopsi petani terhadap materi pembelajaran;
  4. Ada kontribusi petani/kelompoktani/gapoktan/organisasi petani dalam pelaksanaan pembelajaran; 
  5. Diperhatikan kesiapan dan kemampuan penyuluh swadaya dalam memfasilitasi pembelajarannya termasuk kesiapan kelompok belajar/kelompok tani/gapoktan/organisasi petani dalam melaksanakan kegiatan;
  6. Kegiatan-kegiatan yang berorientasi kepada kebutuhan dan mendorong partisipasi petani laki-laki dan perempuan;
  7.  Kesesuaian dengan kalender musim dan tidak merusak lingkungan;  
  8. Ada analisa keuangan setiap jenis pengeluaran yang dibutuhkan untuk kegiatan, agar dicapai penggunaan biaya sehemat mungkin; 
  9. Tidak menggunakan dana untuk menambah pendapatan seperti uang saku, transport di desa dan honor PNS; 
  10. Ada keyakinan bahwa setelah kegiatan dilaksanakan, akan dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta berakibat pada peningkatan pendapatan, kelestarian lingkungan dan/atau pengarusutamaan jender; 
  11. Adanya rencana pemanfaatan hasil

PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2011

Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan suatu tuntutan yang  tidak dapat ditawar-tawar lagi, sebagai akibat dampak pemanasan global, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, ketergantungan pangan khususnya pada beras sangat besar, pola makan yang belum beragam, bergizi, berimbang, dan aman serta perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan  beragam, bergizi, berimbang dan aman  guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. 
Landasan hukum pelaksanaan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP),  antara lain: Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang  Pangan; Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; Peraturan Presiden No.22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, dan Peraturan Menteri Pertanian No.43 Tahun 2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. 
Implementasi kebijakan P2KP pada tahun 2011 sebagai bentuk keberlanjutan dari kegiatan P2KP tahun 2010 diwujudkan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu Pemberdayaan Kelompok Wanita melalui Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan, P2KP bagi siswa SD/MI, dan Pengembangan Usaha Pengolahan Pangan Lokal Berbasis Tepung – tepungan.
Untuk mengoptimalkan  pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai  sesuai dengan tujuan dan sasaran, diperlukan acuan bagi aparat  baik di kabupaten maupun di lapangan/Penyuluh Pendamping P2KP (Desa dan Kecamatan). Oleh karena itu  disusun Petunjuk Teknis Pelaksanaan P2KP Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011. 
A.      Tujuan
1.     Tujuan Umum:
Memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan  beragam, bergizi, berimbang dan aman yang diindikasikan oleh Skor PPH pada tahun 2015 sebesar 95.
2.    Tujuan Khusus:
a.    Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap aparat pemerintah, penyuluh pertanian dan tokoh/pimpinan kelembagaan masyarakat dalam upaya pengem­bangan dan pendampingan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan.
b.    Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap masyarakat khususnya kelompok wanita dalam pengembangan pekarangan sebagai alternatif penyedia sumber pangan keluarga.
c.     Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap siswa SD/MI sejak usia dini melalui sosialisasi konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman serta pengembangan kebun sekolah.
d.     Meningkatkan pemanfaatan pangan lokal dan produk olahannya melalui pengembangan usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan.
e.     Meningkatkan motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan melalui penguatan kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan budaya makan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman.


B.       Sasaran
1.    Sasaran Kegiatan
Mengacu pada tujuan tersebut di atas, maka sasaran kegiatan P2KP adalah:
a.    Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap tentang penganekaragaman konsumsi pangan kepada berbagai pemangku kepentingan  yang meliputi aparat pemerintah, penyuluh pertanian, guru, kelompok wanita, siswa SD/MI, pengusaha pangan lokal dan kelompok masyarakat lainnya.
b.    Mendorong peningkatan pola konsumsi pangan yang semakin beragam, bergizi, berimbang, dan aman yang dicerminkan oleh skor PPH rata-rata nasional sekurang-kurangnya 88,1 pada tahun 2011 dan 95 pada tahun 2015; serta menurunnya konsumsi beras di  tingkat nasional sebesar sekitar 1,5 % per tahun.
2.                 Sasaran Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan P2KP Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 merupakan lanjutan kegiatan tahun 2010 dengan cakupan wilayah diperluas dari 10 desa menjadi 20 desa (10 desa lama dan 10 desa baru) di 10 kecamatan terdiri atas:
a.    20 Kelompok Wanita (KWT)
b.    20 SD/MI,
c.    20 Kelompok Usaha Mikro Kecil Bidang Pangan/kelompok wanita (KWT).

C.    Indikator Keberhasilan
Keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan akan tercermin dari 5 (lima) indikator yaitu :
Indikator output :
1.      Makin bertambahnya kelompok masyarakat memanfaatkan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga;
2.      Makin bertambahnya jumlah usaha mikro kecil untuk memanfaatkan pangan lokal dalam pengembangan bisnis pangan (off farm);
3.      Makin meningkatnya peran perguruan tinggi (universitas dan STPP) dalam mendukung gerakan percepatan penganeka­ragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
Indikator outcome :
1.      Makin beragam dan berimbangnya pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral dalam menu makanan sehari-hari diukur dengan skor PPH yang semakin meningkat;
2.      Menurunnya konsumsi beras 1,5 %  per tahun;
Setiap saat kita akan dihadapkan suatu masalah dari yang mudah sampai yang susah, namun kita mesti yakin bahwa semua masalah pasti ada jalan keluarnya, asalkan kita tidak dalam diam dan ketermanguan, harus berusaha sekuat tenaga tanpa terlewatkan doa, tidak ada kata menyerah sebelum keberhasilan tiba.....INSYAALLAH!!!!!